Tiap orang tua pasti ingin anaknya berprestasi, siapa sih orang tua yang tidak ingin anaknya berprestasi?
Berprestasi mungkin jadi impian banyak orang tua terhadap anaknya, salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah dengan mendaftarkan anaknya untuk ikut lomba. Jadi juara dan dapat piala adalah suatu kebanggaan tersendiri.
Tapi, tahukah Anda bahwa ikut lomba, jadi juara dan dapat piala bukanlah ukuran prestasi?
Giat Berlatih, Apakah Cukup Untuk Raih Prestasi?
Sebagaimana kebanyakan orang tua, termasuk saya tadinya, meyakini bahwa lomba dapat membuat anak semangat berlatih. Semakin giat berlatih, otomatis anak makin mahir dan selalu meraih prestasi.
Sadarkah Anda bahwa ikut lomba justru berdampak negatif pada anak? Koq bisa?
Sebagai orang tua, tentunya saya pun mendukung anak untuk berprestasi di bidang yang anak saya ditekuni mulai dari awal. Anak sulung saya yang hobi olahraga sepak bola, dari sejak kelas 4 SD sering ikut ekskul dan turnamen sepak bola, baik di sekolah maupun di klub sepak bolanya.
Beberapa kali pernah ikutan juga audisi sepakbola yang disponsori oleh salah satu produk minuman susu untuk anak-anak, dan hasilnya belum lolos, padahal sudah giat berlatih. Pastilah timbul rasa perasaan sedih juga kecewa pada diri si anak, tapi biasanya justru ada sebagian orang tua yang merasa tidak terima dengan hasilnya tadi.
Karena sangat meyakini anaknya lebih bisa daripada anak lainnya. Iyes, orang tua pasti punya ekspektasi lebih dari usaha si anak.
Oia, saya dan Anda tentu pernah menyaksikan pertandingan olahraga, entah itu pada turnamen di Asian Games, Sea Games, Olympiade, PON dan pertandingan lainnya di televisi atau menyaksikan secara langsung.
Coba deh perhatikan kaos yang dikenakan oleh atlet saat bertanding, kaosnya itu dipenuhi dengan tulisan dan gambar atau logo produk sponsor pertandingan. Betul?
Otomatis kita yang menonton jalannya pertandingan jadi hafal dong ya tulisan atau logo sponsor tersebut.
Contohnya, ada sebuah brand rokok ternama di Indonesia yang telah menggelar audisi bulutangkis sejak tahun 2006, dan pada tahun 2018 audisi diadakan sepanjang bulan Maret – September di 8 Kota. Tentunya audisi ini mendapat perhatian sangat luar biasa, tercatat sampai 5.957 jumlah peserta audisi dan diseleksi sangat ketat menjadi 23 peserta yang terpilih.
Brand rokok ini selalu rutin mengadakan audisi bulutangkis dan aktif menjaring anak-anak rentang usia 6 - 15 tahun. Dan parahnya, brand rokok ini malah menjadikan anak-anak sebagai media, secara langsung maupun tidak menanamkan brand tersebut di alam bawah sadar mereka.
Tulisan dan logo brand rokok yang terpampang di bagian dada pada kaos yang dipakai oleh ribuan anak-anak sangat jelas terlihat, untuk memperebutkan puluhan beasiswa agar bisa terpilih dan masuk karantina.
Sementara itu bagi ribuan anak yang tereliminasi, terpaksa harus pulang ke rumah masing-masing dengan membawa kaos berlogo brand rokok, dan pastinya akan dipakai secara berulang-ulang dirumahnya. Setidaknya sebagai kenangan bahwa pernah ikut dalam audisi.
Sabtu lalu (30/3) saya dan rekan-rekan blogger menghadiri acara Forum Group Discussion (FGD) yang di gelar oleh Yayasan Lentera Anak. Tema yang diangkat kali ini adalah "Audisi Badminton : Eksploitasi Anak atau Pengembangan Bakat Anak?", yang bertempat di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta.
Lisda Sundari selaku Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA) yang didaulat sebagai narasumber beranggapan, bahwa anak yang ikut audisi dan diwajibkan memakai kaos dengan brand rokok, menjadikan anak seperti iklan berjalan.
Lisda Sundari (Ketua Yayasan Lentera Anak)
Padahal jelas sekali di UU Perlindungan Anak Pasal 761 "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak".
Pada pasal 66 mengartikan eksploitasi anak merupakan "tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil".
Kalau diteliti lagi, jelas sekali terdapat adanya dugaan eksploitasi secara ekonomi, yaitu dengan keharusan penggunaan kaos pada tubuh anak untuk promosi produk dari brand rokok dari kedua pasal tersebut bukan?
Rokok jelas mengandung zat adiktif yang menyebabkan kecanduan, dalam jangka panjang, pecandunya berpotensi menderita beragam penyakit dan Yayasan Lentera Anak pun masih menyoroti produk rokok yang menjadi sponsor utama di setiap audisi maupun turnamen.
Liza Djaprie (Psikolog)
"Otak anak seperti spons, menyerap semua informasi yang diterima sesuai yang tersampaikan," pungkas Psikolog Liza Djaprie.
Liza Djaprie, yang hadir sebagai salah satu narasumber, juga menjelaskan bahwa audisi beasiswa Badminton yang disponsori oleh brand rokok dapat mempengaruhi psikologi anak. Kenapa demikian? Karena, daya analilis anak-anak masih minimalis dan daya logika mereka juga belum berfungsi dengan baik.
Tulisan dan logo brand, yang terpampang spanduk, pernak-pernik atau apapun medianya terutama kaos di acara turnamen atau pertandingan olahraga, akan langsung dipersepsikan dengan olahraga itu sendiri. Nah, efeknya adalah anak akan selalu teringat dan merekam tulisan dan logo juga warna brand tersebut di dalam otak mereka.
Saya jadi tersadarkan akan hal ini, dan jadi lebih berpikir ulang untuk mengikutkan anak dalam suatu lomba. Apakah lomba itu sudah sesuai dengan peruntukannya? Apakah lomba itu memang benar -benar tidak merugikan anak di masa depan? Brand apa sajakah yang turut mensponsori kegiatan lomba tersebut? Dan masih banyak lagi hal-hal yang harus saya dan Anda tahu sebelum memutuskan setuju anak ikut lomba!
Kenapa harus sangat detail tahu informasinya? Ya karena saya tidak ingin anak saya di eksploitasi oleh pihak-pihak yang ada kepentingan di dalam penyelenggaraan acara tersebut, seperti brand rokok.
Saya jadi tersadarkan akan hal ini, dan jadi lebih berpikir ulang untuk mengikutkan anak dalam suatu lomba. Apakah lomba itu sudah sesuai dengan peruntukannya? Apakah lomba itu memang benar -benar tidak merugikan anak di masa depan? Brand apa sajakah yang turut mensponsori kegiatan lomba tersebut? Dan masih banyak lagi hal-hal yang harus saya dan Anda tahu sebelum memutuskan setuju anak ikut lomba!
Kenapa harus sangat detail tahu informasinya? Ya karena saya tidak ingin anak saya di eksploitasi oleh pihak-pihak yang ada kepentingan di dalam penyelenggaraan acara tersebut, seperti brand rokok.
Sebagai orang tua, yang memiliki anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang pastilah menginginkan yang terbaik untuk ketiga buah hati saya, di bidang apapun itu nantinya saya akan berikan dukungan penuh.
Tentu saja dengan memilih jenis kegiatan yang sehat, yang positif, yang tidak merugikan dan membahayakan diri anak-anak saya, sehingga anak bisa mengekspresikan bakat dan minatnya, juga tetap berprestasi tanpa adanya embel-embel brand rokok ataupun brand lain yang ada maksud tertentu dalam melibatkan anak di tiap programnya.
Masih banyak kegiatan audisi dan turnamen atau pertandingan olahraga lainnya yang disponsori oleh brand yang sesuai dengan peruntukannya, misalnya : brand susu, minuman kesehatan anak, vitamin, sepatu dan lainnya. Bisa dimulai dengan diselenggarakan secara kecil-kecilan kegiatannya, tapi dengan dukungan dari berbagai pihak dan tentu saja kita sebagai orang tua, saya yakin kegitan ini akan sukses dikemudian hari. Saya yakin itu, demi terwujudnya masa depan anak yang lebih cemerlang di bidang olahraga.
Bener banget mba. Saya juga kalau liat pemain olahraga tampil, itu kaosnya perasaan logo semua deh..ckckck..tak terasa semua demi marketingnya si perusahaan..
BalasHapus